Minggu, 02 Januari 2011

Moralitas Tunggal dalam Kata dan Perbuatan


Suatu siang di bulan Desember, sebuah mobil diberhentikan oleh seorang Polantas. Lantas terjadilah dialog berikut ini.

“Selamat Siang, Pak. Bisa diperlihatkan SIM dan STNKnya?" ujar seorang Polantas.
Dengan perasaan bingung, kesal bercampur takut, pengendara mobil tersebut bertanya, "Ini, Pak. Salah saya, apa, ya?"
"Bapak telah melanggar marka solid di sana. Tolong SIM dan STNKnya, Pak."
"Marka solid?? Yang mana, Pak? Yang itu?" Tanya pengendara sambil menunjuk "bekas" marka solid yang sekarang sudah tampak samar-samar, bahkan sebagian sudah tidak dapat lagi dibedakan warnanya dengan warna aspal jalan.


Dialog di atas hanya dialog fiktif belaka yang mengilustrasikan interaksi ekstrim antara peraturan atau hukum, penegak hukum dan individu wajib hukum. Karena penegak hukum juga wajib hukum, dialog tersebut bisa dibilang menggambarkan pula antara (pihak yang memprakarsai) peraturan dan pihak yang wajib tunduk pada peraturan.


Sebuah peraturan akan tegak berdiri apabila "bunyi" peraturan beserta infrastrukturnya jelas dan, tidak terkecuali, pemrakarsa hukumnya pun turut tunduk patuh terhadap peraturan tersebut. Namun, pemikiran yang lain mengatakan bahwa peraturan dan pemrakarsanya bukan yang harus lahir lebih awal. Kesadaran setiap individu masyarakat atas tindakannyalah yang seharusnya terlahir lebih dahulu.

Sungguh, dua hal ini seperti persoalan “apakah ayam atau telur yang lahir lebih dahulu?'. Namun penulis berpendapat bahwa lingkaran tak berujung antara (pemrakarsa) hukum dan kesadaran individu bisa dipotong, kemudian ditetapkan bahwa kesadaran setiap individu masyarakat atas tindakannya adalah yang harus pertama kali terlahir.

Bahkan, uraian tafsir atas Qur’an surat Al Anfal: 53 di dalam Tafsir Al Azhar, Buya HAMKA menyatakan pentingnya kesadaran setiap individu tersebut dengan mengatakan bahwa setiap pribadi diberi akal dan pikiran untuk memilih jalan yang baik atau jalan yang buruk, yang bermanfaat atau yang mudarat.

Perkara kesadaran individu atas tindakannya merupakan perkara yang tidak terlepas dari perkara moral. Di dalam karyanya yang terkenal, The Republic, Plato mempertanyakan alasan mengapa setiap individu harus bermoral yang diilustrasikan melalui cerita tentang cincin Gyges.

Singkat cerita, Gyges menemukan cincin yang dapat membuatnya tidak terlihat oleh seorang pun. Gyges yang awalnya seorang penggembala domba, dengan bantuan cincin tersebut, kemudian bermain cinta dengan ratu, membunuh sang raja dan merebut kekuasaan negara serta menjadi perintis generasi penguasa Lydia.

Nah, seandainya cincin itu kemudian kita miliki sehingga tidak ada seorang pun yang tahu dan dapat menghukum kita seandainya kita, misalnya, mencuri, apakah kita tetap harus bermoral? Apa alasan kita tetap harus bermoral? Itulah persoalan tentang moral yang diajukan oleh Plato. Sebagai individu yang percaya bahwa Tuhan itu ada, kita beruntung karena selalu ada alasan untuk bermoral.

Moral merupakan prinsip-prinsip yang lahir di dalam diri (dorongan batin). Menurut Immanuel Kant, suatu tindakan bernilai moral apabila adanya kesesuaian antara tindakan dengan peraturan batin (dorongan batin) dari dalam diri. Di dalam artikel ini, penulis secara khusus menyamakan makna moralitas ini dengan istilah "satu dalam kata dan perbuatan".

Tentu saja, makna “kata” pada istilah tersebut tidak sekedar berarti kata lahir namun juga kata batin (hati). Di dalam Islam, makna dari negasi sifat moral ini sejalan dengan makna sifat munafik. “Seorang munafik mempunyai tiga tanda: lidahnya bertentangan dengan hatinya; hatinya bertentangan dengan perilakunya; penampilannya bertentangan dengan batinnya,” kata Imam Ja’far Ash Shadiq r.a. Wallahu a'lam.

-ooOoo-

Dimuat di republika.co.id

Pustaka:

  1. HAMKA, Tafsir Al Azhar, Penerbit PT Pustaka Panjimas, Jakarta, 1985.
  2. S.P. Lili Tjahjadi, Hukum Moral: Ajaran Immanuel Kant tentang Etika dan Imperatif Kategoris, Penerbit Kanisius, 1991.
  3. Mark Rowlands, Menikmati Filsafat melalui Film Science-Fiction, Penerbit Mizan, 2004

Senin, 20 Desember 2010

"Augmented Reality" Game Teknologi untuk Pendidikan

Yoki Ariyana

Belajar dan Pembelajaran yang diterapkan saat ini berbeda dengan masa lalu, makin maju ilmu pengetahuan mengakibatkan tiap generasi harus meningkatkan pola frekuensi belajarnya. Agar pendidikan dapat dilaksanakan lebih baik dan tidak mengikat kreativitas pembelajar, dan sekiranya tidak mamadai hanya digunakan sumber belajar seperti Dosen, Guru, Buku, Modul, Audio Visual dan lain-lain, maka hendaknya diberikan kesempatan yang lebih luas dan aturan yang fleksibel kepada pembelajar untuk menentukan strategi belajarnya.

Seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi (TI) yang semakin pesat, maka kebutuhan akan suatu konsep dan mekanisme belajar mengajar (pendidikan) berbasis IT menjadi tidak terelakkan lagi. Konsep yang kemudian dikenal dengan sebutan e-Learning ini membawa pengaruh terjadinya proses transformasi pendidikan konvensional ke dalam bentuk digital, baik secara isi (contents) dan sistemnya. Saat ini konsep e-Learning sudah banyak diterima oleh masyarakat dunia, terbukti dengan maraknya implementasi e-Learning di Lembaga pendidikan (Sekolah, training dan Universitas) maupun industri.

Augmented Reality (AR) adalah menggabungkan dunia yang nyata dan dunia maya. Unsur virtual ditambahkan ke dunia nyata, dalam rangka meningkatkan atau untuk menambah informasi lebih dari objek yang bersangkutan. Untuk melakukan hal ini, seseorang dapat menghubungkan kamera video untuk komputer dan membuat gambar virtual di atas kertas digital (kertas yang telah terdapat gambar yang dapat dibaca oleh kamera komputer) atau objek lain yang telah ditentukan sehingga dapat dikenal oleh kamera komputer atau pada AR lebih dikenal dengan sebutan HMD (Head Mounted Display), sehingga user dapat melihat dunia nyata di atas kertas atau kesan tamabahan dari objek yang telah ditentukan, pada layar komputer.

AR merupakan integrasi data yang dihasilkan komputer dengan dunia nyata, yang antara lain dapat dilakukan dengan rendering grafis komputer di atas real-time footage. AR dapat digunakan untuk banyak hal, seperti menampilkan petunjuk arah pengendara mobil dengan head up display, membantu dokter dengan menyisipkan informasi yang disisipikan pada rekam medisnya (seperti hasil sinar-X dari pasien), atau untuk merekonstruksi bangunan-bangunan tua yang bersejarah sehingga dapat terlihat seperti kenyataanya dahulu.

Salah satu aplikasi yang menggunakan AR adalah game dan beberapa aplikasi untuk arsitektur, pada game berbasiskan AR memungkinkan pemain berinteraksi langsung dengan lingkungannya sehingga kesan nyata yang semakin kental. AR tidak saja menggunakan dimensi 2 (2D) tetapi dapat menggunakan dimensi 3 (3D) sehingga objek lebih terlihat nyata dengan bentuk yang berimensi 3.

Pendidikan menggunakan AR? banyak yang dapat dikembangkan pada dunia pendidikan menggunakan AR. Salah satunya mengenal objek-objek yang pada kenyataanya sulit untuk di kenalkan atau sebatas konsep dan gambar seperti organ tubuh manusia dan fungsinya sebagai bahan pembelajaran siswa apada sekolah menengah maupun pada kalangan pendidikan tinggi, atau praktikum yang berbahaya bagi peserta didik. AR sangat berpotensi dikembangkan dalam dunia pendidikan sehingga berbagai macam sumber belajar dapat di optimalkan dan menggukanan teknologi yang baru di bidang IT.

AR dalam pendidikan yang dikemabangkan oleh Columbia University adalah dalam hal taksonomi tumbuhan dengan mengidentifikasi bentuk daun yang di cocokan dengan data taksonomi tumbuhan yang telah di simpan sebelumnya, sehingga muncul informasi mengenai tumbuhan yang bersangkutan.

Permainan menggunakan AR sekarang ini banyak dikembangkan, seperti ARQuake yang dikembangkan oleh University of South Australia, The Invisible Train yang dikembangkan oleh Vienna University of Technology, Cows Vs. Aliens yang dikembangkan oleh Graz University of Technology, AR Tennis yang dikembangkan oleh Henrysson, Billinghurst & Ollila 2006, atau bahkan Art of Defense yang dikembangkan oleh Augmented Environments Lab lebih menekankan pada sisi hiburan semata, yang lain adalah satu bentuk game menggunakan teknologi AR, Racing Game yang dikembangkan oleh Department of Computer Science - Columbia University.

Permainan yang dikembangkan dari beberapa pengembang maupun universitas di beberapa negara merupakan permainan yang meninikberatkan pada sisi hiburan atau fun, masih sedikit permainan pendidikan yang menggunakan fitur AR yang di kembangkan seperti pada AR Simulation Games for Mathematics and Literacy Learning with Emerging Mobile Technologies yang dikembangkan oleh U.S. Department of Education’s Star Schools Program.

Permainan pendidikan di titikberatkan bagaimana pemain selain mendapatkan sisi hiburan juga mendapatkan sisi pembelajaran terhadap suatu permainan. penggunaan permainan pendidikan di indonesia masih dirasakan kurang, sehingga jika permaianan dan pendidikan disatukan dan menjadi sebuah hal yang menarik bagi pemakai dalam hal ini adalah siswa atau pembelajar, maka akan banyak manfaat yang dapat diambil dari sebuah permainan. penelitian terhadap bagaimana arsitektur permainan yang mengkolaborasikan hiburan dan pendidikan dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga menghasilkan sebuah inovasi atau ilmu baru bagi dunia pendidikan di indonesia.

Hubungan Filsafat pendidikan dengan teknologi pendukung Pendidikan

Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Pendidikan membutuhkan filsafat karena pendidikan tidak hanya proses belajar dan mengajar saja, tetapi meluas lebih dalam dan tidak terbatas oleh fakta-fakta pendidikan.

Peran filsafat pendidikan, dengan filsafat metafisika pendidik mengetahui hakekat diri sebagai manusia, khususnya terhadap anak sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya dan berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan, walaupun dengan cara apapun yag ditempuh dan bagaimanapun media yang digunakan. Dengan filsafat epistemologi pendidik mengetahui apa yang harus diberikan kepada pembelajar, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut dengan baik dan memberikan beberapa pandangan dan solusi yang baik sehingga pembelajar dapat memanfaatkan segala sesuatu yang mendidik dari pendidiknya. Dengan filsafat aksiologi pendidik memehami yang harus diperoleh pembelajar tidak hanya kuantitas pendidikan yang ditekankan tetapi juga kualitas kehidupan pribadi maupun sosial karena pengetahuan tersebut dan pengetahuan yang di dapat merupakan proses pembelajaran yang sangan berarti bagi pembelajar, bahkan teknologi yang sedang berkembang pun dapat digunakan sebagai media belajar bagi pembelajar. Penentu filsafat pendidikan pendidik adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki dan berhubungan kuat dengan perilaku pendidik, yaitu: Keyakinan mengenai proses belajar, pembelajar, pengetahuan, teknologi, dan apa yang perlu diketahui.

Referensi :

[1]. Selim Balcisoy, Rémy Torre, Michal Ponder, Pascal Fua and Daniel Thalmann , AR for Real and Virtual Humans, Computer Graphics Laboratory (LIG), Swiss Federal Institute of Technology, Switzerland.

[2]. Chester Pereira, Object Recognition in AR, Dept. of Computer Science, University of Maine, Orono.

[3]. Amanda Rösler , 2009. AR Games on the iPhone, Blekinge Institute of Technology.

[4]. Ohan Oda Levi J. Lister Sean White Steven Feiner, Developing an AR Racing Game, Department of Computer Science, Columbia University.

[5]. Sean White, David Feng, Steven Feiner, Interaction and Presentation Techniques for Shake Menus in Tangible AR, Columbia University.

[6]. Joko, 2008. Guru dan Filsafat Pendidikan.

Kamis, 16 Desember 2010

Facebook untuk anak SD - Salah kaprah yang membahayakan

Sebuah obrolan kecil dengan teman saya membuat saya mempertanyakan lagi 'akan dibawa kemana sih, pendidikan dasar di negeri ini?'

Obrolan ini dimulai ketika teman saya mengatakan bahwa anaknya, yang masih duduk di bangku kelas 4 SD, disuruh membuka account Facebook. Alasannya, sang guru akan mengenalkan teknologi internet sejak dini kepada murid-muridnya.
Sepintas hal ini tampak sangat wajar, karena saat ini teknologi internet sudah menjadi kebutuhan yang sudah sangat lumrah dan murah. Dan tampak bagus juga, karena sekolah tersebut akan dipandang sebagai sekolah yang maju & mutunya bagus karena sudah mengenalkan teknologi internet ini kepada murid-muridnya.

Lalu, dimana salahnya?
Saya anggap hal ini adalah sebuah kesalahan besar dari seorang pendidik, atau bahkan kesalahan institusi pendidikan dasar. Mengapa?

  1. Facebook dirancang sebagai sarana komunikasi bagi manusia dewasa. Oleh karena itu, facebook memberlakukan batasan umur minimal bagi penggunanya. Batas minimal pengguna facebook adalah 13 tahun. Jelas, jika seorang anak kelas 4 SD mempunyai account facebook, berarti dia telah 'mencuri' umur. Dari hal kecil ini, sudah tampak kesalahan si guru. Bukannya mengajarkan teknologi, tapi dia justru telah mengajarkan 'menipu' sejak usia dini. Entah logika apa yang dipakai si guru ini. Bagi saya, saya lebih baik tidak mengenalkan teknologi canggih terlebih dulu kepada anak saya, dibanding saya harus mengajarkan 'penipuan' kepada anak saya. Apakah anak-anak jaman sekarang harus diajari menipu sejak dini? Kalau memang ini yang diinginkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, maka tunggu saja kehancuran akhlak manusia Indonesia, 10 tahun ke depan.
  2. Pengenalan teknologi bisa dilakukan tanpa harus mengorbankan pendidikan akhlak dan perilaku. Jika alasan guru adalah untuk mengenalkan teknologi internet, kenapa tidak dia perkenalkan saja cara 'googling' yang benar? Kenapa dia tidak ajarkan bagaimana dan dimana mencari informasi yang berguna untuk mendukung pelajarannya? Saya berani bertaruh, bahwa si guru pasti tidak mampu menggunakan search engine dengan benar! :) Dan dia pasti juga bingung, mau dikasih apa anak-anak ini dalam pelajaran komputer...
  3. Pembatasan umur dari facebook dibuat bukan dengan tanpa alasan. Alasan utamanya adalah faktor kesiapan psikologis dan teknis pengguna. Tapi yang pasti adalah faktor psikologis. Umur 13 dianggap sebagai batas umur memasuki masa remaja (remaja dini) dan akhir masa kanak-kanak. Tentu, karakateristik psikologis anak dan remaja jauh berbeda. Pada umur 8-10 tahun, kebutuhan sosial-psikologis seorang anak adalah membangun kepercayaan dan mengenali karakter teman-temannya. Ini adalah fase yang memerlukan interaksi sosial secara langsung bukan melalui interaksi maya melalui internet. Ini adalah fase dimana seorang anak memupuk rasa saling percaya, saling membutuhkan, saling toleransi dan saling mengunjungi. Kehilangan waktu dan interaksi sosial akan mengakibatkan anak menjadi asosial di kemudian hari. Tentu anda tidak mau membuat anak asosial di masa dewasanya bukan?
  4. Alasan keamanan. Seorang anak yang baru diajarkan untuk menggunakan FB akan cenderung mengeksplorasi semua fitur yang disediakan FB. Kebutuhan seorang anak untuk berinteraksi sosial belumlah menyadari tentang jangkauan teknologi FB yang sangat luas. Fitur 'Status' pada FB, adalah fitur yang paling sering digunakan untuk menayangkan status emosi seorang anak pada satu saat tertentu. Emosi yang belum terkendali dengan sempurna sering membuat seorang anak menuliskan 'sesuatu' yang dapat membahayakan dirinya. Contohnya, status 'mama pergi, papa pergi.. sendirian deh di rumah'... Walau tampaknya merupakan cetusan kesedihan, namun bagi beberapa penjahat cyber, hal ini cukup untuk memberikan informasi untuk melakukan suatu tindak kejahatan. Ingat, beberapa kasus penculikan/kejahatan dewasa ini ditengarai bermula dari tindakan spoofing status di FB para korban. Tentu Anda tidak mau hal ini terjadi pada anak Anda bukan?
Oleh karena sebab-sebab di atas itulah, maka saya mengajak Anda, para orang tua yang peduli akan perkembangan anak kita untuk berani mengatakan TIDAK kepada sekolah-sekolah yang mengajarkan anak menggunakan facebook sebelum waktunya. Tenang saja, semua ada waktunya...

- Vivat Pendidikan Indonesia -
menuju pendidikan yang lebih bermartabat & bermanfaat

Jumat, 04 Desember 2009

Puasa – Mind over Matter

Tulisan Mas Ali tentang anehnya puasa di Indonesia memberi saya inspirasi untuk menulis juga tentang puasa. Tentunya dalam konteks yang berbeda.
Saya dan Mas Ali pernah bersama-sama bersekolah (walaupun berbeda angkatan) di sekolah yang mayoritas muridnya adalah non-muslim. Jadi, meskipun kami hidup di Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah Muslim, namun dalam lingkungan mikro di sekitar kami kondisinya berbeda 180 derajat. Kami menjalankan ibadah puasa tanpa perlu meminta teman-teman lain untuk tidak makan dan minum di depan kami. Selama kami bersekolah, saya tidak pernah menganggap aktivitas makan-minum itu perbuatan tidak menghormati. Justru saya melihatnya sebagai sebuah ujian bagi kami untuk tetap teguh pada niat yang sudah kami bawa dari rumah untuk berpuasa. Namun tanpa diminta pun beberapa teman non Muslim ikut menemani berpuasa, alasannya karena dengan puasa mereka jadi tidak berpikir untuk jajan & bisa lebih berkonsentrasi belajar. Bertahun-tahun kemudian saya baru menyadari bahwa alasan yang mereka sampaikan itu ada benarnya.

Tulisan ini bukan bermaksud membahas masalah toleransi atau semacamnya. Yang mau saya sampaikan adalah bahwa aktivitas puasa merupakan bukti paling gampang untuk konsep “Mind over Matter”. Kenapa bisa begitu?
Sebuah eksperimen yang dilakukan oleh Pavlov pada anjing membuktikan bahwa tubuh merupakan sebuah sistem super canggih yang dapat mengembangkan program secara otomatis berdasarkan kebiasaan. Eksperimen Pavlov menunjukkan bahwa ketika anjing-anjing dibiasakan untuk memperoleh makanan setelah terdengar bunyi bel, maka setelah melalui masa pembiasaan, anjing-anjing tersebut akan mengeluarkan air liur setiap mendengar bunyi bel walaupun tidak ada makanan yang diberikan.

Sistem tubuh manusia bekerja PERSIS SAMA dengan perilaku sistem tubuh anjing dalam eksperimen Pavlov. Seorang manusia yang terbiasa makan 3 x (tiga kali) sehari, akan merasa lapar pada jam-jam tertentu, BUKAN karena tubuhnya memang memerlukan asupan makanan tambahan, tetapi lebih karena KEBIASAAN yang telah dibangun & dipercayainya sebagai suatu kebenaran logis. Berdasarkan pada kebiasaan pola makannya, kecanggihan sistem tubuh manusia memprogram syaraf parasimpatik dalam lambung untuk memproduksi asam lambung sebagai persiapan untuk mempermudah proses pencernaan makanan yang akan segera datang. Pertambahan produksi asam lambung inilah yang didefinisikan manusia sebagai ‘lapar’. Padahal sebetulnya tidak ada ketentuan bahwa manusia harus makan 3x sehari ... :-)

Berdasarkan pada pengalaman, saya merasakan bahwa ketika berpuasa dengan niat yang benar (artinya bukan ‘terpaksa puasa’ karena tidak ketemu makanan) tidak timbul rasa lapar pada jam-jam makan yang terlewat. Artinya, asam lambung tidak diproduksi secara otomatis pada jam makan. Itu artinya aktivitas puasa dapat menjadi sarana bagi manusia untuk memperoleh kembali perannya sebagai MASTER atas tubuhnya sendiri. Niat berpuasa yang dicanangkan oleh pikiran diproses di otak dan diteruskan ke syaraf parasimpatik sehingga mencegah kinerja otomatis produksi asam lambung.
Niat, yang dicanangkan oleh pikiran, adalah sesuatu yang tak berwujud. Bahkan di dalam otak pun pikiran ini masih berupa kilasan-kilasan energi biolistrik yang bergerak di antara neuron-neuron otak. Tubuh, adalah suatu sistem di mana proses kimiawi, fisika & biologi bekerja secara mekanis. Point pentingnya: Pikiran (mind) mengendalikan Tubuh (body) ==> Energi (energy) mengendalikan Materi (matter) ==> Mind over Matter

Jadi jika Anda masih merasa lapar saat berpuasa, perbaikilah Niat Anda. Jika Anda sudah terbisa berpuasa tanpa masalah, maka langkah selanjutnya adalah mendalami konsep Mind over matter ini, karena ada banyak aplikasi yang bisa dimanfaatkan. Penyakit bisa dihilangkan oleh pikiran, visualisasi dapat membawa Anda menuju kenyataan, dan sebagainya.
Semoga bermanfaat.

Rabu, 02 Desember 2009

Ramalan Jayabaya - Relevansi dengan kondisi Indonesia saat ini

Melihat kejadian di Indonesia saat ini, mengingatkan saya pada sebuah catatan lama saya di sekitar tahun 2007 yang menuliskan tentang ramalan Jayabaya.
Jayabaya adalah seorang raja di Jawa sekitar 900 tahun yang menuliskan sebuah karya sastra yang berisi prediksi tentang masa depan Jawadwipa. Bagi saya, beliau adalah futurologist & profiler pertama yang dimiliki bangsa Indonesia, yang dengan kebijaksanaannya mampu mengamati pola perilaku manusia Indonesia dan membuat sebuah prediksi profil perilaku sampai jauh melampaui jamannya. Alvin Toffler-pun tidak ada apa-apanya dibanding beliau  :)


Sekitar sembilan ratus tahun yang lalu, Jayabaya menulis, bahwa di masa depan, di Jawadwipa akan terjadi:

Bumi semakin lama semakin mengerut. Sejengkal tanah dikenai pajak.
Kuda suka makan sambal. Orang perempuan berpakaian lelaki.
Itu pertanda orang akan mengalami jaman berbolak-balik.
Banyak janji tidak ditepati. Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
Orang-orang saling lempar kesalahan.
Tak peduli akan hukum Allah.
Yang jahat dijunjung-junjung. Yang suci (justru) dibenci.
Banyak orang hanya mementingkan uang.
Lupa jati kemanusiaan. Lupa hikmah kebaikan.
Lupa sanak lupa saudara. Banyak ayah lupa anak.
Banyak anak berani melawan ibu. Menantang ayah.
Saudara dan saudara saling khianat. Keluarga saling curiga.
Kawan menjadi lawan.

Banyak orang lupa asal-usul.
Hukuman Raja tidak adil. Banyak pembesar jahat dan ganjil
Banyak ulah-tabiat ganjil. Orang yang baik justru tersisih.
Banyak orang kerja halal justru malu. Lebih mengutamakan menipu.
Malas menunaikan kerja. Inginnya hidup mewah.
Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
Si benar termangu-mangu. Si salah gembira ria.
Si baik ditolak ditampik. Si jahat naik pangkat.
Yang mulia dilecehkan. Yang jahat dipuji-puji.
Perempuan hilang malu. Laki-laki hilang perwira
Banyak laki-laki tak mau beristri. Banyak perempuan ingkar pada suami.
Banyak ibu menjual anak. Banyak perempuan menjual diri.
Banyak orang tukar pasangan.

Perempuan menunggang kuda. Laki-laki naik tandu.
Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen). Lima perawan lima picis.
Duda pincang laku sembilan uang.
Banyak orang berdagang ilmu.
Banyak orang mengaku diri. Di luar putih di dalam jingga.
Mengaku suci, tapi palsu belaka.
Banyak tipu banyak muslihat.
Banyak hujan salah musim.
Banyak perawan tua. Banyak janda melahirkan bayi.
Banyak anak lahir mencari bapaknya. Agama banyak ditentang.
Perikemanusiaan semakin hilang.
Rumah suci dijauhi.

 

[Saduran bebas Jangka Jayabaya]

Bukankah sekarang ini hal-hal di atas terjadi di Indonesia ?
semoga saja kita bukan termasuk orang yang tersesat...
amiien....


Referensi:

Ramalan Jayabaya. (2009, November 14). Wikipedia, . Diakses pada 19:41, Desember 1, 2009 dari http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ramalan_Jayabaya&oldid=2672240

Puasa di Indonesia

Seorang sahabat bertanya :
Layakkah seorang yang berpuasa itu untuk memberitahukan semua orang bahwa dia berpuasa ?
Sebab, kata dia, saat ini, di jaman yang serba kebalik ini,
orang berpuasa memang minta dihormati..
warung-warung disuruh tutup siang hari,
kalau masih buka akan didatangi gerombolan yang ngakunya santri.
Bahkan lapo-lapo pun ikut ditutup.
Haah?
Emang apa hubungannya lapo dengan orang puasa?
Emangnya kalau tidak lagi puasa, orang-orang itu akan ke lapo?


Negeri ini emang aneh...
Di saat puasa, dimana seharusnya aktifitas kerja berjalan normal,
kondisi puasa justru dijadikan alasan untuk lebih banyak berisitirahat..
bahkan di rumah sakitpun, ada petugas yang menolak mendaftar pasien dengan alasan puasa...


puasa itu untuk menahan godaan & hawa nafsu...
bukan terus berarti godaannya / hawa nafsunya yang dihilangkan dong?
Kalau godaan hilang, hawa nafsu hilang... buat apa kita berpuasa?
Justru karena kita semakin banyak menahan godaan,
pahala kita makin besar...


Mungkin pada suatu saat nanti...
di Indonesia ini akan ada saatnya 'puasa tanpa godaan'
puasa akan kehilangan esensinya, kehilangan makna

puasa hanya akan sekedar menahan lapar & dahaga saja...
maka lapar serta haus sajalah yang akan didapatkan oleh manusia Indonesia saat itu..


pantas saja negeri ini ditimpa banyak bencana...
banyak orang mulai meninggalkan esensi agamanya,
diganti dengan logika sekenanya..
agama hanya dijadikan simbol legalitas politik dan kekuatan kelompok

nb: 
lapo = warung makan khas Batak, yang biasanya menyajikan makanan yang diharamkan bagi umat Islam. 
Tulisan ini pernah dimuat pada blog pribadi saya di Multiply pada tahun 2007.

Sabtu, 28 November 2009

Senang jadi Orang Miskin atau Administrasi yang Tak Becus?

Beberapa tahun terakhir ini, selalu ada berita ‘aneh’ seputar pembagian daging Qurban. Salah satu contohnya dapat dilihat di sini:
Vivanews: Tak Dapat daging kurban, banyak warga emosi

Pertanyaan di atas itu cuma salah satunya saja. Ada banyak pertanyaan yang muncul, mungkin harus diadakan investigasi khusus yang akan memakan waktu untuk menjawab semuanya. Selama Qurban itu masih dipandang sebagai sekedar ritual & dilaksanakan secara sporadis, dilakukan oleh lembaga-lembaga, masjid-masjid, atau perorangan secara independen dan tak terkoordinasi seperti saat ini, masalah akan selalu muncul. Tak menutup kemungkinan, warga yang ‘tidak terlalu miskin’ menerima lebih dari 1 paket daging Qurban, sedangkan warga di tempat lain yang ‘benar-benar miskin’ justru tidak menerima sama sekali.

Saya pikir gerakan Qurban ini idealnya lebih dari sekedar ritual ibadah. Qurban hendaknya menjadi suatu gerakan nyata yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Saya meyakini, pada masa Rasulullah, Qurban ini merupakan sarana untuk mendamaikan suku-suku Arab yang sering bertikai. Qurban bukan hanya dinikmati oleh Umat Muslim, namun oleh seluruh masyarakat di wilayah Arab saat itu. Pembagian daging menjadi awal dari suatu proses rekonsiliasi, terlepas dari segala perbedaan keyakinan yang dianut oleh suku-suku itu. Ini adalah proses sosial politik yang diritualkan agar menjadi pelajaran bagi umat-umat berikutnya. Namun bangsa ini malah lebih mementingkan ritual daripada esensi dasar dari proses Qurban itu. Oleh karena itu gerakan nyata yang saya bayangkan agaknya masih sulit diterima jika dijabarkan lebih lanjut. Akan ada waktu yang lebih tepat untuk menyampaikannya nanti.

Saat ini, saya hanya berharap, paling tidak ada pembenahan dalam tata laksana pelaksanaan Qurban. Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan salut untuk terobosan dari Rumah Zakat Indonesia dan Rumah Yatim Indonesia – atau mungkin juga lembaga lainnya yang belum saya ketahui – yang berinisiatif memproses daging Qurban sehingga dapat bertahan lebih lama sehingga bisa didistribusikan ke wilayah yang lebih luas dan Insya Allah memberikan manfaat untuk lebih banyak orang.
Selanjutnya adalah hal-hal yang menurut saya dapat dilakukan untuk memperbaiki pelaksanaan Qurban & pendistribusiannya:
  1. Kejelasan SIAPA yang berhak menerima daging Qurban

    Dalam hal ini harus ada dasar untuk menetapkan KRITERIA orang yang berhak menerima daging Qurban. Entah berdasarkan umur, pekerjaan, penghasilan, tempat tinggal, status sosial, dsb. Dalam kenyataannya, masih banyak yang menetapkan penerima daging Qurban berdasarkan perasaan. Dari kriteria ini, akan diperoleh JUMLAH yang akurat dari penerima daging Qurban.

  2. Ketersediaan DATA yang akurat & dapat dipertanggungjawabkan tentang penerima daging Qurban. Data ini paling tidak meliputi:
    • Jumlah penerima
    • Lokasi penerima

  3. Penunjukan PENANGGUNG JAWAB pendistribusian daging Qurban

    Pelaksanaan ibadah Qurban merupakan suatu proyek besar yang melibatkan banyak orang, tenggat waktu pelaksanaan & urutan proses yang harus dilaksanakan. Aneh jika tidak ada penanggung jawab untuk program sebesar ini. Jika setiap lembaga & masjid bergerak sendiri-sendiri menetapkan penerima daging Qurban, tidak menutup kemungkinan terjadinya penerimaan ganda ataupun justru ada yang terlewat karena tak ada yang merasa bertanggung jawab.

    Oleh karena itu harus ada LEMBAGA yang bertanggung jawab dalam pelaksanaannya, yang berwenang membuat perencanaan, melakukan pembagian tugas, mengawasi pelaksanaan & memastikan daging Qurban sampai kepada orang yang berhak menerimanya.

  4. Penetapan TARGET jumlah daging Qurban yang akan didistribusikan

    Berdasarkan data jumlah penerima, lokasi & segala detilnya, barulah dapat ditetapkan berapa jumlah daging qurban yang HARUS didistribusikan. Dari jumlah itu, dapat ditentukan berapa JUMLAH HEWAN Qurban yang harus diadakan dan siapa yang harus mengadakannya.

  5. Penetapan TENGGAT waktu pengumpulan & pemrosesan hewan Qurban

    Sebagaimana sebuah proyek, harus ada tenggat waktu untuk memastikan pelaksanaan ibadah ini berjalansebagaimana mestinya. Jadi dalam hal ini, panitia pelaksana harus mengejar target & bukan hanya menunggu. Evaluasi harus dilakukan sebelum tenggat, agar dapat diputuskan langkah yang diambil jika ada ketidaksesuaian antara target dan pencapaian.

  6. Penetapan PROSEDUR atau tata laksana pembagian daging Qurban

    Proses pengemasan daging Qurban merupakan langkah yang baik sehingga daging tersebut dapat bertahan lebih lama. Langkah ini juga memungkinkan daging dibawa ke tempat-tempat yang jauh, yang memang lebih membutuhkannya ketimbang didistribusikan di wilayah perkotaan yang fasilitasnya sudah lengkap. Andainya langkah-langkah 1 s.d 6 dapat terpenuhi, seharusnya tidak banyak lagi kendala untuk pelaksanaan langkah ke-6 ini.



Sesudah semua prosedur dilaksanakan, tentulah harus ada proses evaluasi dan pertanggung jawaban, sehingga pelaksanaan program ini dari tahun ke tahun menjadi semakin baik. Hal lain yang secara otomatis terkait dengan Qurban, sebetulnya bukan hanya penerimanya, tetapi SIAPA YANG HARUS BERQURBAN. Agaknya sampai sekarang pun belum ada data resmi, berapa jumlah warga yang berkurban dan berapa hewan Qurban yang disembelih secara nasional, sehingga tidak bisa disimpulkan, seberapa besar kesadaran masyarakat untuk berqurban. Ini memerlukan proses pendidikan & penyadaran yang agaknya lebih sulit daripada pelaksanaan hal-hal yang sudah saya tuliskan di atas tadi.

Kenyataannya, dalam beberapa kali pelaksanaan Qurban para pamong desa hingga tingkat RT-RW masih sulit memberikan data warga yang berhak menerima daging Qurban. Warga di pedesaan lebih senang memilih jawaban mudah: “Semua yang di sini miskin, semua berhak dapat daging Qurban”.
Yah, agaknya negeri yang ideal itu memang masih sangat jauh :-)